Sabtu, 20 Februari 2021

Schadenfreude Dan Sindrom Cotard

  • SCHADENFREUDE

Schadenfreude adalah rasa senang atau puas yang muncul setelah melihat orang lain sedang mengalami kesulitan, kegagalan atau kehinaan. Istilah ini berasal dari bahasa Jerman pada tahun 1740-an. Bisa dikatakan bahwa shcadenfreude adalah perasaan bahagia saat melihat orang celaka. Jika kamu pernah tertawa saat temanmu menumpahkan minuman di mejanya atau tiba-tiba temanmu terpelanting di kantin, kamu baru saja mengalami schadenfreude.


Otak cenderung memilih kebahagiaan melebihi rasa takut. Itu sebabnya, saat kamu melihat orang lain mengalami kesialan, hal pertama yang kamu rasakan adalah bahagia dibanding rasa takut dia kenapa-kenapa.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di university of Besel, Swiss menemukan bahwa otak akan melepaskan dopmain ekstra saat kamu merendahkan orang lain, berbohong atau curang. Terlebih saat kamu tidak mendapatkan konsekuensi atau hukuman atas apa yang kamu perbuat. Dopmain adalah suatu hormon yang dilepaskan otak untuk membuat sensasi bahagia.


Dilansir dari Science Daily, Schadenfreude adalah bentuk iri hati. Jadi saat orang yang membuat kita iri mendapatkan musibah atau kesialan, kita akan merasa sendan dan puas. Saat seorang penjahat mendapat kesialan atau hukuman, kita akan merasa bahagia dan puas. Itulah sebabnya kadang kita berpikir bahwa penjahat harus dihukum seberat-beratnya.


Meski Schadenfreude adalah sifat alami manusia, namun sebaiknya kamu bisa memahami mana yang bertampak positif dan mana yang berdampak negatif. Tunjukkan bahwa kamu bisa berempati terhadap kemalangan orang lain. Dengan begitu, keharmonisan antarumat manusia bisa tetap terjaga.

 

  • SINDROM COTARD

Mari kita mengenal Sindrom Cotard, penyakit yang menyerang mental seseorang, yang membuat sang penderita merasa sudah meninggal. Sebuah penyakit mental langka membuat penderitanya percaya jika telah mati, setengah mati atau bahkan tidak ada di dunia. Inilah yang disebut sebagai Sindrom Cotard. Dijuluki juga sebagai “sindrom mayat berjalan”, ini adalah kondisi ketika pasien percaya bahwa mereka telah mati, bagian tubuh mereka mati, bahkan mereka seutuhnya tidak ada.


Yayasan penyakit mental Mind menjelaskan, kondisi ini berhubungan dengan psikosis, depresi klinis dan skizofrenia. Dilaporkan oleh Indpendent, juru bicara Mind mengatakan bahwa sindrom ini langka. “Sindrom Cotard adalah khayalan yang biasanya dikaitkan dengan penolakan eksistensi diri,” katanya. Seseorang yang mengalami delusi percaya mereka mati, bagian tubuh mereka tidak ada, mereka tak perlu melakukan kegiatan yang menjaga diri mereka hidup, misalnya minum, makan, kebersihan dasar dan lain sebagainya.


Ahli saraf Perancis, Jules Cotard, menidentifikasi kasus pertama sindrom ini pada tahun 1800-an. Esme Weijun Wang adalah orang yang pernah mengalami Sindrom Cotard. Dia menceritakan pengalamannya mengalami kondisi tersebut selama dua bulan. Menurut Wang, setelah berminggu-minggu kehilangan ‘rasa terhadap realitas’, dia akhirnya terbangun. Dia mengatakan kepada sang suami, dirinya telah meninggal dunia satu bulan lalu ketika pingsan di pesawat. Wang yang sebelumnya didiagnosis dengan gangguan bipolar skizoafektif, akhirnya pulih. Dia sudah tidak melihat dirinya sebagai mayat hidup lagi.


Publikasi yang diterbitkan di Washington Post itu mengatakan, penyebab Sindrom Cotard dan delusi lain masih menjadi perdebatan, banyak spekulasi kemungkinan menyertai, termasuk kerusakan otak.
 

Tidak ada komentar: